Oleh: Prof Didik J Rachbini, Rektor Universitas Paramadina
HARIANEKONOMI.COM – Utang negara dengan utang privat milik warga negara itu bedanya antara bumi dengan langit.
Tapi jika satu institusi, satu lembaga, satu aturan main, satu regulasi yang ada dalam negara, itu adalah satu tanggung jawab yang berbeda satu sama lain.
Jika warga negera secara privat mengambil utang dengan keputusannya sendiri.
Baca Juga:
Berikut Ini adalah Nama Lengkap dan Jabatannya di OJK, KPK Panggil 3 Pegawai Otoritas Jasa Keuangan
Mau banyak, mau sedikit, mau kenceng, mau lambat, itu tidak ada kaitan dengan siapapun. Karena itu domain pribadi.
Tetapi utang negara, satu kali keputusan mengambil utang sedemikian besar, maka karena harus membayar cicilan utang dan pokok yang pasti semakin besar.
Dampaknya anggaran pendidikan berkurang, anggaran unuk daerah berkurang.
Oleh karenanya seluruh keputusan yang dilakukan oleh pejabat negara soal utang ini akan berpengaruh ke kanan ke kiri.
Baca Juga:
Kejagung Ungkap Peran tersangka ASB Selaku Direktur Utama PT Kebun Tebu Mas, Kasus Importasi Gula
Soal Kondisi Pasokan Pangan Jelang Ramadhan 1446 Hijriah, Mentan Andi Amran Sulaiman Beri Penjelasan
Dari pengambilan keputusan di domain publik itu, seharusnya menyertakan secara demokratis pihak-pihak yang terkait di dalam utang tersebut.
Yaitu pembayar pajak, masyarakat, demokrasi, dan sebagainya.
Dan di dalam proses demokrasi sistem yang kita jalankan harus ada check and balance.
Nah sekarang setelah 10 tahun Jokowi berkuasa, dan pura-pura lugu. Pura-pura enggak ngerti apa-apa.
Baca Juga:
Opsi Penggilingan Padi Bisa Dilakukan BUMN atau Bulog, Presiden Prabowo Ajak Kerja Sama Perpadi
Wujudkan Swasembada Sekaligus Menjadi Lumbung Pangan Dunia, Pemerintah Ungkap Alasan Optimisnya
Ternyata setelah 10 tahun kelihatan, bahwa sebenarnya pemerintahan ini dijalankan secara otoriter oleh Raja Jawa.
Selama ini tidak ada seorangpun di lembaga, DPR, Parlemen yang menjaga dengan check and balance pengambilan keputusan-keputusan itu.
Sehingga saat ini hutang kita bisa mencapai hampir 10 ribu triliun. Dan dampaknya untuk bayar bunga saja sudah sedemikian besar setiap tahun.
Pemerintahan baru Pabowo, pasti akan mewarisi hutang itu.
Kalau nanti berhutang lagi, dengan menjalankan kebijakan yang sama dengan Jokowi.
Maka seperti yang dikatakan alm.Faisal Basri, Insyaallah kita akan krisis. Akan lebih dalam krisisnya.
Jika Luhut dan lain-lain menyebut rasio utang kita thd PDB belum 100%, maka kalau dibandingkan dengan Jepang meskipun utang Jepang 100% tapi kalau bunganya 0,7-0,9%, maka pembayaran bunga nya saja akan kecil.
Dia punya hutang 500 T hanya membayar 30 triliun/years. Indonesia, dengan hutang 8500 T skrg maka kita harus bayar 500 triliun/T bunganya saja.
Sekarang suku bunga yang tinggi BI sudah mengeluarkan SBN. Itu menyebabkan BI lenggang kangkung saja atas korban dari sektor sektor riil.***
Sempatkan untuk membaca berbagai berita dan informasi seputar ekonomi dan bisnis lainnya di media Infobumn.com dan Harianinvestor.com
Jangan lewatkan juga menyimak berita dan informasi terkini mengenai politik, hukum, dan nasional melalui media Terkinipost.com dan Hariancirebon.com
Sedangkan untuk publikasi press release di media ini atau serentak di puluhan media lainnya, klik Rilisbisnis.com (khusus media ekbis) dan Jasasiaranpers.com (media nasional)
Atau hubungi langsung WhatsApp Center Rilispers.com dan Persrilis.com: 085315557788, 087815557788, 08111157788.
Portal berita ini menerima konten video dengan durasi maksimal 30 detik (ukuran dan format video untuk plaftform Youtube atau Dailymotion) dengan teks narasi maksimal 15 paragraf. Kirim lewat WA Center: 085315557788.
Pastikan juga download aplikasi Hallo.id di di Playstore (Android) dan Appstore (iphone), untuk mendapatkan aneka artikel yang menarik. Media Hallo.id dapat diakses melalui Google News.