Benarkah Pertumbuhan Perekonomian Indonesia Q1/2024 Mencapai Sebesar 5,11 Persen?

Avatar photo

- Pewarta

Kamis, 30 Mei 2024 - 11:43 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Pertumbuhan Perekonomian Indonesia. (Pixabay.com/nattanan23)

Pertumbuhan Perekonomian Indonesia. (Pixabay.com/nattanan23)

Oleh: Anthony BudiawanManaging Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)

HARIANEKONOMI.COM – BPS (Badan Pusat Statistik) mengumumkan pertumbuhan ekonomi triwulan I (Q1) 2024 sebesar 5,11 persen.

Banyak yang terheran-heran. Tepatnya meragukan. Bagaimana mungkin!? Keraguan atas pertumbuhan ekonomi Indonesia bukan kali ini saja.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2019 yang mencapai sekitar 5 persen juga menjadi pertanyaan banyak pihak, termasuk dari luar negeri.

Gareth Leather, ekonom Capital Economics Ltd yang berbasis di London, menyatakan ragu terhadap data pertumbuhan ekonomi Indonesia yang secara mencurigakan stabil selama beberapa tahun terakhir.

Gareth Leather: “We don’t have much faith in Indonesia’s official GDP figures, which have been suspiciously stable over the past few years.”

Baca artikel lainnya, di sini: Wabendum Partai Nasdem Sebut Surya Paloh Tahu Dana Kegiatan Partainya Berasal dari Anggaran Kementan

Karena, berdasarkan pemantauan indikator ekonomi bulanan, pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami penurunan tajam.

Ekonom lainnya yang berbasis di Hong Kong, Trinh Nguyen, juga menyatakan hal yang sama.

Baca artikel lainnya, di sini: Kasus Timah Segera Dilimpahkan ke Pengadilan, Kerugian Keuangan Negara Mencapai Rp300 Triliun Lebih

Trinh Nguyen bingung bagaimana ekonomi bisa tumbuh pada tingkat yang relatif sama untuk jangka waktu yang sangat panjang.

After 19
Rilisbisnis.com mendukung program publikasi press release di media khusus ekonomi & bisnis untuk memulihankan citra yang kurang baik ataupun untuk meningkatan reputasi para pebisnis/entrepreneur, korporasi, institusi ataupun merek/brand produk.

Sedangkan belanja pemerintah melemah, investasi melambat dan impor turun tajam.

Ekonomi 2019 bertumbuh 5,06 persen (Q1), 5,05 persen (Q2), 5,01 persen (Q3) dan 4,96 persen dibandingkan periode sebelumnya (y.o.y).

Secara tahunan, ekonomi 2019 tumbuh 5,02 persen. Lihat tabel. Data pertumbuhan ekonomi ini sangat meragukan.

Karena indikator ekonomi bulanan melemah, sehingga patut dicurigai ada manipulasi.

Pertumbuhan ekonomi memang sangat mudah dibuat bias, alias dimanipulasi.

Dengan hanya mempermainkan tingkat inflasi (disebut deflator) pada setiap kategori konsumsi (rumah tangga, pemerintah, investasi, ekspor dan impor).

Pertumbuhan ekonomi dapat dibagi menjadi dua, terdiri dari aktivitas domestik dan aktivitas perdagangan internasional (ekspor-impor).

Pertumbuhan ekonomi 2019 dari aktivitas domestik secara konsisten turun terus dari 4,63 persen (Q1) menjadi 4,16 Persen (Q2), 3,86 persen (Q3) dan 3,16 persen (Q4).

Data ini sesuai dengan data indikator bulanan yang terus melemah.

Data perdagangan internasional (ekspor-impor) juga melemah. Tetapi, pertumbuhan net ekspor (ekspor – impor) bisa tumbuh positif sangat besar.

Bahkan pertumbuhan net ekspor pada Q3/2019 mencapai 2,0 persen, lebih dari setengah pertumbuhan aktivitas domestik yang hanya 3,86 persen.

Pertumbuhan net ekspor sebesar 2,0 persen ini diperlukan untuk ‘mempertahankan’ pertumbuhan ekonomi Q3/2019 menjadi sekitar 5,0 persen (dalam hal ini menjadi 5,01 persen).

Caranya sangat mudah. Hanya memainkan tingkat inflasi (deflator) saja.

Portal berita ini menerima konten video dengan durasi maksimal 30 detik (ukuran dan format video untuk plaftform Youtube atau Dailymotion) dengan teks narasi maksimal 15 paragraf. Kirim lewat WA Center: 085315557788.

Kalau inflasi dibuat lebih tinggi dari seharusnya, maka pertumbuhan ekonomi riil menjadi lebih rendah.

Peluang bagi aktivis pers pelajar, pers mahasiswa, dan muda/mudi untuk dilatih menulis berita secara online, dan praktek liputan langsung menjadi jurnalis muda di media ini. Kirim CV dan karya tulis, ke WA Center: 087815557788.

Sebaliknya, kalau inflasi dibuat lebih rendah dari seharusnya, maka pertumbuhan ekonomi rill menjadi lebih tinggi: alias over-estimated, alias digelembungkan.

Data inflasi (deflator) 2019 dapat dilihat di tabel di bawah ini. Pertama, indeks harga pembelian konsumsi pemerintah (deflator) jauh di bawah konsumsi rumahtangga (masyarakat). Kok bisa?

Inflasi konsumsi pemerintah pada Q3/2019 hanya 0,77 persen, jauh di bawah inflasi konsumsi rumahtangga sebesar 3,46 persen.

Bahkan inflasi konsumsi pemerintah pada Q4/2019 negatif 0,59 persen, alias deflasi.

Sedangkan inflasi konsumsi rumahtangga pada Q4/2019 masih tinggi, 3,05 persen.

Data inflasi untuk konversi nilai nominal menjadi nilai riil ini sangat aneh dan tidak bisa dipercaya.

Meskipun demikian, keanehan inflasi konsumsi pemerintah belum bisa membawa pertumbuhan ekonomi menjadi sekitar 5 lima persen.

Untuk itu, perlu memainkan tingkat deflator (inflasi) ekspor-impor.

Untuk ekspor, deflator dibuat rendah (agar nilai riil menjadi lebih tinggi), dan untuk impor deflator dibuat tinggi (agar nilai riil menjadi lebih rendah), sehingga net ekspor, yaitu ekspor minus impor, menjadi lebih tinggi.

Sejalan dengan itu, maka inflasi (deflator) ekspor 2019 (dibuat) turun terus (deflasi) sejak Q1, dan terus membesar hingga mencapai minus (atau deflasi) 9,45 persen pada Q3.

Sedangkan inflasi (deflator) impor dibuat relatif sangat tinggi, mencapai 5,22 persen pada Q1/2019, jauh lebih tinggi dari inflasi (deflator) konsumsi-konsumsi lainnya, dan kemudian secara perlahan-lahan turun (disesuaikan dengan target pertumbuhan 5 persen?).

Kembali ke pertumbuhan ekonomi Q1/2024. Metodenya sama. Pertumbuhan ekonomi nilai nomial (harga berlaku) pada Q1/2024 hanya 4,26 persen saja.

Tetapi pertumbuhan ekonomi riil (nilai konstan) pada Q1/2024 bisa mencapai 5,11 persen. Artinya, terjadi deflasi 0,81 persen pada Q1/2024 dibandingkan Q1/2023. Apa benar

Kemudian, yang perlu dipertanyakan secara kritis, apakah benar inflasi (deflator) investasi (Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto) hanya 1,14 persen, inflasi (deflator) ekspor minus 3,47 persen, dan inflasi (deflator) impor plus 2,11 persen?

Atau sudah disesuaikan, alias dimanipulasi, untuk mendapatkan pertumbuhan ekonomi sekitar 5 persen?

Kecurigaan ini masuk akal. Karena, banyak aktivitas ekonomi juga melambat pada Q1/2024.

Antara lain, penjualan mobil dan penjualan motor, masing-masing turun 23 persen dan 4,87 persen pada Q1/2024.

Maka itu, bagaimana mungkin ekonomi masih bisa bertumbuh 5,11 persen?

Apakah BPS juga menggunakan sistem IT seperti Sirekap yang mempunyai bot otomatis, yang dapat menyesuaikan pertumbuhan ekonomi selalu di sekitar 5 persen, dalam kondisi apapun?.***

Sempatkan juga untuk membaca berbagai berita dan informasi lainnya di media online Harianinvestor.com dan Mediaemiten.com

Sedangkan untuk publikasi press release di media online ini, atau pun serentak di puluhan media ekonomi & bisnis lainnya, dapat menghubungi Rilisbisnis.com.

WhatsApp Center: 085315557788, 087815557788, 08111157788.

Jangan lewatkan juga menyimak berita dan informasi terkini mengenai perkembangan dunia politik, hukum, dan nasional melalui Hello.id

Berita Terkait

Pemimpin Tertinggi Gereja Katolik yang Pilih Sederhana dan Tolak Hidup Mewah, Inilah Profil Paus Fransiskus
BNSP Bahas Kualifikasi Tenaga Kerja di Seminar Nasional Unhas, Sertifikasi Kompetensi Jadi Solusi Peningkatan SDM
Prabowo Subianto Konsisten dalam Perjuangan untuk Berantas Korupsi Sejak Kampanye Sampai dengan Sekarang
KPK Tanggapi Pernyataan Prabowo Subianto Soal Penambahan Anggaran Pemberantasan Korupsi
Pernah Berseberangan, Xanana Gusmao Kini Sanjung Prabowo: akan Jadi Presiden yang Luar Biasa
KPK Panggil Anak Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep untuk Lakukan Klarifikasi, Kasus Dugaan Gratifikasi
Majelis Hakim Heran Penilaian Baik dari KLHK Padahal Jaksa Sebut Kerusakan Lingkungan PT Timah Rp271 T
Kemenkominfo RI Wacanakan Terbentuknya Forum Kehumasan Indonesia, Bersama dengan APPRI
Jasasiaranpers.com dan media online ini mendukung program manajemen reputasi melalui publikasi press release untuk institusi, organisasi dan merek/brand produk. Manajemen reputasi juga penting bagi kalangan birokrat, politisi, pengusaha, selebriti dan tokoh publik.

Berita Terkait

Kamis, 5 September 2024 - 15:59 WIB

Pemimpin Tertinggi Gereja Katolik yang Pilih Sederhana dan Tolak Hidup Mewah, Inilah Profil Paus Fransiskus

Rabu, 4 September 2024 - 19:21 WIB

BNSP Bahas Kualifikasi Tenaga Kerja di Seminar Nasional Unhas, Sertifikasi Kompetensi Jadi Solusi Peningkatan SDM

Rabu, 4 September 2024 - 15:13 WIB

Prabowo Subianto Konsisten dalam Perjuangan untuk Berantas Korupsi Sejak Kampanye Sampai dengan Sekarang

Selasa, 3 September 2024 - 10:05 WIB

Pernah Berseberangan, Xanana Gusmao Kini Sanjung Prabowo: akan Jadi Presiden yang Luar Biasa

Senin, 2 September 2024 - 08:42 WIB

KPK Panggil Anak Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep untuk Lakukan Klarifikasi, Kasus Dugaan Gratifikasi

Sabtu, 31 Agustus 2024 - 15:46 WIB

Majelis Hakim Heran Penilaian Baik dari KLHK Padahal Jaksa Sebut Kerusakan Lingkungan PT Timah Rp271 T

Senin, 26 Agustus 2024 - 07:49 WIB

Kemenkominfo RI Wacanakan Terbentuknya Forum Kehumasan Indonesia, Bersama dengan APPRI

Kamis, 22 Agustus 2024 - 14:13 WIB

Dibahas di Artikel Opini Media AS Newsmax, Prabowo Subianto Disebut Bisa Bawa RI Menuju Kemakmuran

Berita Terbaru